Monday, May 18, 2009

Service Recovery

Pelanggan kecewa? Biasa saja.
Pelanggan kecewa lalu melakukan komplain? Itu adalah berkah bagi perusahaan. Berapa banyak perusahaan yang mati karena tidak diberi kesempatan mengobati kekecewaan pelanggannya.

Sehubungan dengan pelanggan yang kecewa lalu kemudian melakukan komplain, ada 2 hal besar yang perlu dilakukan oleh perusahaan. Pertama adalah "doing right at the first time" sehingga tidak terjadi komplain atau melakukan strategi "service recovery" sehingga jika ada pelanggan yang komplain karena tidak mendapatkan pelayanan atau produk sesuai dengan yang dijanjikan, masih tetap ada peluang untuk memuaskan mereka.

Kedua Alternatif strategi di atas memiliki peluang untuk dapat memuaskan pelanggan. Dan perlu diketahui pula bahwa kedua strategi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Strategi Pertama "doing right at the first time"
Untuk dapat menjamin semua bisa dilakukan dengan tepat dan benar saat pertama kali, perusahaan perlu membuat SOP (Standard Operating Procedure) yang detail atau dapat dikatakan sangat lengkap dan diperlukan pengawasan yang ketat agar SOP benar-benar dijalankan.

Pengalaman saya melakukan berbagai penelitian, hanya sekitar 55% pelanggan yang merasa tidak puas dengan pelayanan yang didapatkan, melakukan KOMPLAIN. (Komplain yang dimaksud disini adalah pelanggan mengadukan ketidak-puasannya kepada perusahaan melalui cara yang benar - BUKAN menceritakan ketidakpuasannya kepada pelanggan lain ataupun kepada media massa). Sekitar tahun 1995-2000, jumlah pelanggan yang melakukan Komplain kurang dari 20%. Seiring dengan kebebasan berpendapat jumlah pelanggan yang komplain akan terus bertambah.

Jika 55% pelanggan melakukan komplain, berarti ada sebanyak 45% pelanggan yang tidak memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan perbaikan dan langsung berpaling kepada kompetitor.

Untuk beberapa jenis industri, pilihan "doing right at the first time" bisa menjadi sangat mahal. Industri telekomunikasi misalnya, diperlukan teknologi yang handal dan investasi untuk infrastruktur yang sangat besar agar dapat melakukan pelayanan yang right at the first time. Sehingga tidak heran jika hampir semua perusahaan telekomunikasi memberikan fasilitas untuk memudahkan para pelanggannya yang tidak puas untuk melakukan komplain, bahkan melalui jalur telepon bebas pulsa 0-800 dll.

Strategi Kedua "service recovery"
Strategi kedua ini relatif lebih aman, dan banyak dipilih oleh perusahaan. Selain lebih murah, ternyata strategi ini mampu menaikkan tingkat kepuasan pelanggan. Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa pelanggan yang komplain kemudian mendapatkan tanggapan yang sesuai dan masalahnya dapat diselesaikan, indeks tingkat kepuasannya tertinggi, bahkan melebihi tingkat kepuasan pelanggan yang mendaptkan pelayanan yang right at the first time.

Sebagai ilustrasi, jika ada seorang pria yang tidak pernah berbuat salah. Setiap malam minggu hadir untuk "apel", kalau berjanji selalu ditepati bahkan tidak pernah telat semenit pun. Tentusaja pasangannya memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Jika pria tadi tiba-tiba terlambat, dan tidak memiliki cara yang tepat untuk meminta maaf, maka bisa dibayangkan seberapa besar penurunan tingkat kepuasan pasangannya.

Bandingkan jika pria yang terlambat tadi memiliki strategi yang tepat dalam service recovery. Begitu terlambat, datangnya bawa bunga plus kue tart plus karcis nonton film kesukaannya. Kira-kira berapa tingkat kepuasan sang cewek ? Apakah sama dengan sebelumnya atau lebih tinggi ?

Yang harus dijadikan perhatian, bahwa diperlukan kesiapan perusahaan untuk membiarkan pelanggan melakukan komplain. Perusahaan sebaiknya membentuk "task force" yang bertugas menjawab dan menyelesaikan keluhan pelanggan. Jadi tidak bisa hanya dengan membuat kotak yang bertuliskan "complaint box" atau silahkan menghubungi nomor 021-XXXXX tapi tidak mempersiapkan bagaimana cara mengatasi masalah pelanggan. Pelanggan hanya di pimpong dari resepsionis ke tekhnisi atau dari customer service ke bagian lain tapi tidak satupun yang mampu menyelesaikan masalah.

Disamping itu, patut dipastikan bahwa line telepon yang diberikan cukup (sesuai dengan jumlah pelanggan). Memberikan 2 line untuk menerima komplain pelanggan sebanyak 50 per hari, boro-boro mengharapkan pelanggan menjadi lebih puas, bisa-bisa tambah jengkel karena nelpon dari pagi sampai sore hanya mendengarkan nada sibuk. Demikian pula jika memberikan fasilitas untuk pelanggan yang akan melakukan komplain melalui kantor cabang, semestinya tersedia orang yang cukup, jangan menjadikan pelayan sekaligus penerima komplain. Nanti malah stress, harus melayani yang mana terlebih dahulu.

Akhirnya, strategi service recovery-pun perlu dipersiapkan, difasilitasi dan diawasi dengan konsisten.

Salam
Sukardi Arifin

Read more...

Wednesday, May 13, 2009

Perjalanan Semarang-Blora

Perjalanan dari Kodya Semarang ke Kabupaten Blora kali ini seharusnya merupakan perjalanan biasa. Sama seperti perjalanan dari Madiun-Magetan-Ngawi-Sragen-Solo, atau perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda yang saya lakukan minggu lalu. Namun, ada hal yang membuat tangan ini “gatal” untuk mengisahkan perjalanan tersebut dan membagikan kepada orang lain.

Mengapa perjalanan dari Semarang ke Blora ini menjadi berbeda dibandingkan dengan perjalanan lainnya? Ceritanya begini ……: Setelah melewati Kabupaten Demak, perjalanan selanjutnya melintasi Kabupaten Grobogan (nama ibukotanya Purwodadi). Saya bersama rekan melintasi jalan tersebut sekitar pukul 23.30 malam hari. Jalanan lumayan sepi, hanya ada satu dua kendaraan yang melintas. Bisa jadi, kurangnya kendaraan yang melintasi jalan ini karena memang sudah larut, atau mungkin karena jalan di kota ini “luar biasa” berlubang, bergelombang dan tidak terurus. Dalam hati saya berkata “kalau jalan di Demak bisa baik, kenapa di Purwodadi tidak bisa yaaa..?”

Rasanya “mangkel” luar biasa jika harus melewati jalan yang rusak. Bergelombang, berlubang, tak henti-hentinya. Saya bukannya orang yang tidak pernah melewati jalan rusak selama di Jakarta atau di kota lainnya. Tapi jalanan di Grobogan ini benar-benar luar biasa. Mungkin bisa diberikan piagam dari MURI atau Guinness Record, karena memecahkan jalan rusak terpanjang sekaligus jalan rusak terlama yang dibiarkan begitu saja, tanpa ada tanda-tanda perbaikan.

Parahnya, rasa mangkel yang memuncak tadi, makin disempurnakan oleh banyaknya remaja dari wilayah tersebut yang memanfaatkan keadaan jalan yang rusak tadi. Sedikitnya kami dihentikan sebanyak 12 kali oleh para remaja tadi untuk mengisi kaleng “sumbangan” dengan alasan biaya perbaikan jalan. “wah… baru tahu kalau biaya perbaikan jalan tidak diambil dari APBD tapi dari sumbangan para pengguna jalan, disamping itu pemungutnya pun bisa dilakukan oleh siapa saja….” ucapku pada rekan yang masih ngedumel sambil menyetir.

Awalnya saya fikir hal ini hanya terjadi di Grobogan. Tapi ternyata di Blora pun tidak jauh berbeda, hanya saja jumlah titik dimana kami harus berhenti mengisi kaleng “sumbangan” hanya sebanyak 4 kali.

Celakanya, ketika saya harus meninggalkan Blora menuju Purbalingga, kejadian yang sama pun terjadi di kota ini.

Saya melihat kegiatan ini menjadi tren. Kemana para petugas yang seharusnya bertugas ? Membiarkan preman ataupun karang taruna ataupun organisasi remaja lainnya melakukan tugas ini tentu saja dapat merusak citra sebuah daerah. Apalagi jika mereka memasang muka marah jika anda tidak membuka kaca. Bahkan pada beberapa titik, mereka tidak akan memberi jalan jika anda tidak mengisi kaleng.

Rasanya….perlahan tapi pasti. Para pemimpin di daerah membiarkan bibit-bibit premanisme bertumbuh. Dan yang pasti para sopir truk/bus harus merogoh kocek lebih dalam untuk dapat melintasi setiap daerah.

Mungkinkah hal ini bisa di berantas atau malah semakin menyebar di setiap kota…??

Salam
Sukardi Arifin

Read more...

Tuesday, May 5, 2009

Apa itu ServQual ?

ServQual

Service Quality lebih lazim disingkat ServQual dengan huruf S dan Q kapital. Kata ini berawal pada tahun 1983 ketika tiga sekawan yang terdiri dari Valerie A. Zeithamal, Leonard L. Berry dan A Parasuraman melakukan penelitian mengenai bagaimana memaksimalkan kualitas dari setiap pelayanan. Parasuraman mengambil posisi leader pada penelitian ini, sehingga tak heran sebagian orang menyebut ServQual dengan sebutan lain yaitu Parasuraman Theory.

Marketing Science Institute (MSI) menjadi sponsor penelitian besar ini. MSI harus bersabar selama 7 tahun untuk bisa mendapatkan hasil final. Setidaknya ada Phase tahapan dalam melakukan penelitian ini. Phase I dilakukan Qualitative Study terhadap CEO dan para Executive dari perusahaan-perusahaan jasa dan kepada Pelanggan-pelanggan mereka. Kemudian dilanjutkan Phase II dengan melakukan Study Emphiris yang sangat panjang dan dalam skala yang sangat besar. Phase ini terfokus pada sisi ”pelanggan” dengan mengembangkan berbagai Service Quality Model. Dari Phase ini mereka berhasil mengembangkan Metode yang bertujuan untuk mengukur service quality yang selanjutnya disebuat ServQual.

Berbeda dengan Phase II, pada Phase III penelitian lebih difokuskan kepada Perusahaan-perusahaan penyedia Servis. Sedikitnya 89 perusahaan besar di dunia yang dilibatkan dalam penilitian mereka. Kategori jasa yang dilibatkan dalam survei ini terdiri dari Kartu Kredit, Asuransi, Telekomunikasi, Selular, Perbankan, Sekuritas, Jasa Perbaikan (Appliance Repair), Otomotif, Hotel, Rental dan Penyewaan Kantor. Hampir semua kegiatan penelitian seperti FGD (Focus Group Discussion), In Depth, Customer Surveys, Employee Surveys, Executive Interviews, Front Line Surveys, Manager Surveys dilakukan dalam kegiatan ini.

Phase IV mereka menentukan metode pengukuran ”Gap Analysis” terhadap Customer Expectation dengan Top Management Expectation dan dengan Service Delivery. Penggabungan analisa hasil dapat dilakukan dengan mudah sebab jumlah FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan sangat banyak (melebihi 100 group)
.
Awalnya, ditemukan 10 dimensi dasar yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kesepuluh dimensi tersebut adalah :
1. Tangibles
2. Reliability
3. Responsiveness
4. Competence
5. Courtesy
6. Credibility
7. Security
8. Access
9. Communication
10. Understanding the Customer.

Setelah dilakukan Correspondence Analysis terhadap ke sepuluh atribut tersebut, maka oleh komputer terjadi penggabungan beberapa Atribut akibat kesamaan karakter. Akhirnya, dalam analysis tersebut terbentuk 5 dimensi baru seperti yang telah banyak dikenal saat ini. Kelima dimensi tersebut sering juga disingkat TARRE, agar dapat lebih mudah mengingatnya.
1. Tangibles
2. Assurance (Competence, Courtesy, Credibility, Security),
3. Reliability
4. Responsiveness
5. Empathy (Access, Communication dan Understanding the Customer)

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh 5 dimensi tersebut. Yang pertama adalah dimensi Tangible (Fisik). Pelanggan akan puas jika penampilan gedung perusahaan baik, karyawan menggunakan seragam yang rapih agar ada perbedaan antara pelanggan dengan karyawan sehingga memudahkan pelanggan mengenali dan dapat meminta pelayanan dengan cepat. Selain seragam dan gedung, tempat parkir, ruang tunggu, toilet, penunjuk arah, brosur dan berbagai bentuk tanjibel lainnya masuk dalam dimensi ini.

Dimensi kedua adalah Assurance (Keyakinan), dimensi ini ditunjukkan oleh kemampuan karyawan memberikan keyakinan kepada pelanggan dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Keyakinan ini karena karyawan mampu menjawab kebutuhan dan pertanyaan klien, karena perusahaan memiliki Standard Operation Procedural (SOP) yang rapih, karena perusahaan memiliki teknologi yang handal, dan perusahaan serta karyawan memiliki produk dan servis yang konsisten.

Dimensi ketiga adalah Reliability (Keandalan), dimensi ini ditunjukkan oleh kemampuan karyawan dan perusahaan memenuhi semua janji-janjinya, baik yang dijanjikan melalui iklan maupun janji-janji yang diucapkan oleh frontliner dan lainnya. Kemudian, dimensi ini juga ditunjukkan juga oleh kemampuan perusahaan memberikan produk dan pelayanan yang benar pertama kali (Performing services right at the first time and providing services at the promised time also Maintaining error – free records).

Dimensi keempat adalah Responsiveness (Responsif), dimensi ini ditunjukkan oleh kemampuan karyawan dan perusahaan dalam memberikan informasi mengenai hak-hak yang seharusnya diberikan kepada pelanggan. Sigap dalam memenuhi kebutuhan pelanggan serta memiliki keinginan untuk terus membantu pelanggan. (Keeping customers informed about when services will be performed, Prompt service to customers, Willingness to help customers, Readiness to respond to customers’ requests)

Dimensi kelima atau dimensi terakhir adalah Empathy (Empati), dimensi ini ditunjukkan oleh kemampuan karyawan dan perusahaan dalam memberikan perhatian khusus kepada pelanggan. Contoh yang paling sering digunakan dalam dimensi ini adalah kemampuan karyawan mengingat nama dan kebiasaan pelanggan. Misalnya, seorang pelanggan hotel yang datang lalu disapa dengan menyebutkan namanya, kemudian diberikan kamar non smoking karena memang pelanggan tersebut tidak merokok, tanpa pelanggan tersebut menyebutkan keinginannya terlebih dahulu. (Giving customers individual attention, Employees who deal with customers in a caring fashion Having the customer’ s best interest at heart, Employees who understand the needs of their customers, Convenient business hours)

Disamping kelima dimensi tersebut, di dalam ServQual juga dijelaskan mengenai gap-gap yang sering terjadi dalam perusahaan. Gap tersebut antara lain :

Gap 1 : Adanya perbedaan (gap) antara “harapan pelanggan” dengan “persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan”

Gap 2 : Adanya perbedaan (gap) antara “persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan” dengan “spesifikasi pelayanan/ produk yang akan diberikan”

Gap 3 : Adanya perbedaan (gap) antara “spesifikasi pelayanan/ produk yang akan diberikan” dengan “pelayanan/ produk yang diberikan”

Gap 4 : Adanya perbedaan (gap) antara “pelayanan/ produk yang diberikan” dengan “komunikasi eksternal yang didapatkan pelanggan”

Gap 5 : Adanya perbedaan (gap) antara “spesifikasi pelayanan/ produk yang akan diberikan” dengan “persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan”

Masih banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan ServQual. Selanjutnya akan kita bahas lebih detail misalnya bagaimana melakukan penelitian ServQual, bagaimana memanfaatkan ServQual serta apakah ServQual memiliki kelemahan ???

Salam
Sukardi Arifin

Read more...

Bacaan Penting bagi Orang Penting

About This Blog

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP