Sunday, November 16, 2008

Di Malaysia bersama Easy Pha-Max (Day One)


Hari Pertama (Country Height Resort – Malaysia)

Menuju negara tetangga Malaysia merupakan perjalanan pertama bagi saya. Cukup banyak pertanyaan yang ada dikepala. Seperti apa sih tingkat kemajuan tetangga kita tersebut ? Bagaimana mereka dapat lebih maju dari Indonesia yang dulu adalah “gurunya”? Dan berbagai beberapa pertanyaan lainnya. Semoga saya mendapat jawabannya.

Perjalanan ini dibiayai oleh Easy Pha-Max Indonesia. Perusahaan Bio-Herbs yang terbilang besar berpusat di Malaysia. Easy Pha-Max International sudah ada dibeberapa Negara seperti Thailand, Philipina, Hongkong, Jepang, China, India, USA, Trinidad & Tobago, dan beberapa negara lainnya. Di Indonesia, Easy Pha-Max sudah berusia 4 tahun. Namun, baru mulai serius menggarap pasar Indonesia sejak 1 tahun terakhir....(lengkap mengenai easy pha-max, akan saya tulis dalam judul berbeda..)

Sebelum boarding, kami harus ngumpul bareng rombongan sekitar pukul 07 pagi. Artinya saya start jam 05 pagi dari rumah. Bekasi – Bandara lumayan jauh. Purjono, rekan redaksi dari Majalah Marketing tiba paling awal. Kemudian saya, lalu disusul oleh Mba’ Dian dari Easy Pha-Max sebagai ketua rombongan. Michael dan Shao Ying dari Metro TV (Metro Xin Wen) datang menjelang jadwal keberangkatan. Dua rekan ganteng yang menguasai berbagai Bahasa.

Pesawat AirAsia meninggalkan bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 8.35 waktu Indonesia. Anak-anak pesawat (pramugari) AirAsia yang “katanya” cantik, ternyata tidak jauh berbeda dengan pramugari LionAir, Batavia Air maupun AdamAir jika masih boleh menyebut penerbangan yang telah tutup akibat terlilit berbagai kasus kecelakaan. Mungkin anak-anak pesawat penerbangan Malaysia itu, hanya tampak lebih muda dari pramugari Garuda Indonesia yang mengusung image profesional = mature = matang = tua.

Selama perjalanan, udara sangat bersahabat. Pada ketinggian 33.ooo kaki di atas permukaan laut, awan diluar pesawat tampak lebih putih, hanya 1-2 kali terjadi guncangan kecil. Konsep Low Cost Carrier dan efisiensi waktu yang diterapkan memaksa kami untuk boarding lebih awal untuk mendapatkan seat yang diinginkan. AirAsia tidak memberikan nomor seat, “sila duduk ditempat yang lowong” demikian suara pramugari mencoba membantu penumpang yang tidak berpengalaman seperti saya. Kamipun harus membeli minuman dan makanan untuk dapat menghilangkan rasa haus dan lapar selama perjalanan. Wah, sama aja dengan penerbangan domestik. Penerbangan domestik yang selama ini dianggap tidak manusiawi karena hanya memberikan sebotol kecil air mineral, ternyata lebih baik dari penerbangan Internasional yang untuk sebotol air mineral, kita harus merogoh kocek sebesar RM 3 (sekitar Rp 10.000).

AirAsia mendaratkan kami dengan mulus di Kuala Lumpur International Airport atau lebih sering disebut KLIA. Menurut saya, tidak ada sesuatu yang lebih baik dari Bandara ini jika dibandingkan dengan bandara Soekarno Hatta, baik dari kualitas landasan, luas area maupun penataannya. Turun dari pesawat pun masih menggunakan tangga dan bukan menggunakan transporter to arrival gate. Jadi teringat Semarang atau Solo, atau kota lainnya di Luar Jawa.

Setelah antri beberapa menit untuk pemeriksaan keimigrasian kami mengambil barang-barang yang kami titipkan di bagasi. Satu hal yang menurut saya cukup berani (atau mungkin aneh) adalah setiap orang dapat keluar bebas tanpa melalui proses pemeriksaan sama sekali. Bagaimana jika terjadi kesalahan pengambilan bagasi? Atau sekurangnya tertukar? Saya fikir ini kecerobohan sistem, tapi mungkin menurut mereka ini adalah hal biasa, karena di Malaysia tidak ada “maling” bahkan tidak mungkin terjadi pengambilan bagasi yang salah. Dalam hal ini, Bandara Soekarno Hatta lebih hati-hati, dan KLIA lebih cuek.

Sambil menunggu rekan-rekan lainnya menyelesaikan proses imigrasi, saya berkeliling bandara untuk mengabadikan momen-momen yang menurut saya akan berguna untuk bahan cerita kepada teman-teman ketika nanti pulang. Sekumpulan orang saling berdiskusi, berbagai bahasa terlontar. Saya melihat kelebihan (ataukah kelemahan ?) Malaysia adalah di negera tersebut, orang bebas menggunakan bahasa apa saja. Bahasa yang paling dominan adalah Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, kemudian Bahasa Melayu, lalu Bahasa Indonesia dan India. Rasanya aneh, karena menurut hemat saya, Malaysia adalah negara yang cukup tinggi rasa Nasionalismenya. Mengapa saya berkata demikian ? Karena Proton dan Perodua adalah merek mobil yang paling laris di Malaysia. Artinya, jika bukan karena rasa nasionalisme yang tinggi, rasanya tidak mungkin orang dapat berfikir bahwa dua merek tersebut dapat mengalahkan kualitas merek Honda maupun Toyota. Berbeda dengan Indonesia, kita akan merasa “risih” jika melihat orang pribumi yang menggunakan bahasa Inggris atau (apalagi) bahasa Mandarin. Tetapi di sisi lain, kita juga tidak pernah merasa bangga menggunakan produk sendiri. Perasaan aneh yang membingungkan. Dalam beberapa perbincangan dengan orang-orang yang saya temui, masyarakat Malaysia dapat berbahasa Mandarin, Bahasa Inggris dan Melayu dengan tingkat kualitas yang sama. Bahkan pada level masyarakat paling rendah sekalipun seperti sopir taksi, cleaning service, pedagang bahkan tukang koran. Satu Point, yang saya yakini mengapa negara ini begitu cepat bertumbuh. Bukankah bahasa adalah keunggulan paling mendasar ??? (sorry, for three question mark)

Perjalanan dari Bandara (KLIA) menuju Country Height Resort di wilayah Kajang memakan waktu sekitar 40 mnt melalui jalan Tol. Beberapa hal yang cukup menarik untuk diinformasikan selama dalam perjalanan adalah : Pertama, ternyata di Malaysia, ada jalan tol untuk pengguna sepeda motor. Lebarnya kurang lebih 1,2 meter dan berada di sisi kiri jalan untuk pengguna mobil. Walaupun sepanjang perjalanan, saya tidak melihat satu motor pun menggunakan jalan tersebut, atau mungkin karena jumlah motor di Malaysia tidak sebanyak di Indonesia. Apalagi di Jakarta. Hal kedua yang menjadi catatan saya adalah, Malaysia telah menggunakan sistem SMART-TAG atau Touch’nGO untuk pembayaran high-way (tol). Mereka yang melakukan pembayaran dengan card, jalan terus melalui pintu khusus dengan kecepatan maksimal 80 KM/jam. Untuk pengendara yang tidak memiliki card, harus rela mengantri seperti yang kita lakukan dan alami di Jakarta. Ketiga, di Malaysia sikitnya terdapat 5 penyedia BBM yaitu : Petronas, Mobil, Esso, Shell, BHPetrol, dan beberapa lainnya yang belum saya temui setelah berkeliling pada hari pertama. Yang cukup mengherankan, “Pertamina Pasti Pas” tidak ada di Malaysia. Padahal, Petronas dan Shell ada di Jakarta. Kenapa yaa?

Dinner dilakukan di Sunway Lagoon. Kesan pertama mengenai tempat ini adalah MEGAPOLIS banget. Sebuah tempat yang sangat lengkap, mulai dari Hotel, meeting room dan tempat pertemuan terbuka yang bisa menampung sekitar 10.000 orang. Salah satu hal yang paling mencengangkan adalah gedung tersebut memiliki Falls-air terjun alami dengan kedalaman 11 lantai, LUAR BIASA. Para “Usher” yang membuka pintu dan menunjukkan jalan pun tidak kalah luar biasanya. Mereka adalah gadis-gadis seksi Malaysia yang hanya berbikini (maaf - hanya minim Bra dan minim Underwear) sangat-sangat minim. Kalau boleh diibaratkan, hanya seuntai benang yang menutupi tubuh indah mereka. Hanya hal-hal tersebut yang membuat malam itu terasa indah dan perlu dikenang, karena selebihnya adalah “bad news”. Mulai dari hujan yang ga reda-reda, makanan yang rasanya aneh banget dan walaupun kondisinya prasamanan, tapi kami tidak boleh mengambil sendiri, sudah di jatah dan diambilkan oleh para panitia yang menurut saya kurang pantas dan kurang bersih. Sate rasa India di jatah 3 tusuk, Chicken Wing 1 tusuk, Martabak India 1 potong dan Bihun rasa mandarin satu genggam…ya satu genggam karena diberikannya dengan cara di genggam bukan menggunakan sendok atau chopstick. Kalau bahasa betawinya “dirauk”.

Terakhir, sebelum pulang saya memanfaatkan waktu 30 mnt (22.00 –22.30) untuk berkeliling seputar Sunway Lagoon. Harus sedikit berlari-lari kecil saat menyeberang jalan untuk menghindari hujan yang ga reda-reda. Untunglah ada minimarket 24 hours 7-ELEVEN, masuk sebentar untuk membeli beberapa botol air mineral dengan harga sekitar RM 1 (Rp 3500) per botol. Di depan minimarket saya melihat ada penjual VCD. Cek sana-sini, ternyata mereka menjual “Quantum of Solace 007” padahal hunting di beberapa tempat di Jakarta dan Semarang beberapa hari sebelumnya, belum ada yang jual. Tawar-menawar, jatuh pada harga RM 8 (Rp 25.000). Pulang dengan bus rombongan, sampai di Resort pukul 1 dinihari, nonton VCD baru sekitar 1 jam, tidur jam 2, dan hanya 50% dari “Quantum of Solace 007” yang bisa dinikmati, lain waktu dilanjutin. SLEEP TIGHTLY.

See you Tomorrow with other story.
Sukardi Arifin

0 comments:

Bacaan Penting bagi Orang Penting

About This Blog

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP