Tuesday, September 29, 2009

Perusahaan Besar Pun Melanggar.






















Teman saya, tugas di Beijing–China selama kurang lebih 6 tahun. Mudik ke Indonesia, lebaran 1430H lalu. Sebagai teman yang lama tidak berjumpa, kami menghabiskan waktu setengah hari untuk ngobrol-ngobrol. Dia menceritakan bagaimana keadaan di China sana. Bagaimana China berubah menjadi negara yang disegani hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun. Dari banyak hal yang dia ceritakan, ada 2 hal yang cukup menarik. Pertama, ternyata kediktatoran dan ketegasan Mo Tse Tung mampu merubah kebiasan orang China menjadi produktif dan disiplin. Kedua, China bersih dari Bilboard, sticker, poster apalagi spanduk liar. Bahkan spanduk dari partai komunis yang berkuasa di negara itu, tidak ada. “Beda deh sama disini…” katanya.

Memang benar. Pertama, kita butuh pemimpin yang diktator. Masyarakat kita sudah terlalu bebas melakukan pelanggaran. Mereka sudah sama sekali tidak memiliki rasa takut. Kedua, kota kita memang sangat kotor. Sungguh luar biasa. Sejauh mata memandang, akan kita temukan, spanduk, sticker dan poster liar. Di jalan protokol, di kompleks perumahan bahkan di tiang-tiang listrik di areal persawahan. Parah. Sangat parah, sehingga benar-benar merusak pemandangan. Menjadi pemandangan sehari-hari, melihat poster yang sudah usang, spanduk yang sudah tercabik sebagian. Bahkan bendera partai tersisa ¼ bagian yang masih terikat di tiang bambu yang mulai lapuk. Keterlaluan.

Biasanya, setiap bulan ada petugas dari kecamatan yang berkeliling membersihkan. Tapi itukan bukan tugas mereka. Mereka tidak digaji sebagai petugas kebersihan bukan?

Bayangkan, setiap orang merasa bebas berbuat apa saja. Semua tiang listrik, dianggap sebagai tiang untuk memasang poster maupun sticker. Semua tiang listrik dan batang pohon dianggap sebagai tempat untuk mengikat spanduk. Tidak hanya itu, tembok dan pagar orang pun ditempeli. Luar Biasa. Harusnya bisa dimasukkan ke Guinness Book of Record.

Saya kira ini hanya terjadi di Jakarta, Surabaya, Jogjakarta atau kota besar lainnya. Ternyata kota kedua seperti Medan, Solo, Samarinda, Bekasi dan Palembang pun sama saja. Termasuk kota-kota lainnya. Mungkin sama-sama merasa orang Indonesia. “Kalau di Jakarta bisa bebas mengotori kota, kenapa disini tidak ?” mungkin begitu fikiran mereka. Khusus kota Jogjakarta, rasanya dapat disebut sebagai sorganya billboard dan spanduk. Semua perusahaan, toko dan warung makan bebas memasang spanduk dan papan toko. Gak percaya ? Coba deh perhatikan setiap sudut jalan, toko dan gedung di kota pelajar ini. Ruar biasa.

Yang lebih memprihatinkan, adalah perusahaan besar pun ikut-ikutan melanggar. Padahal mereka tahu regulasinya. Perhatikan gambar-gambar yang saya sertakan. Pertama, billboard CARREFOUR yang berada persis di tengah-tengah trotoar. Bukankah, billboard mestinya di luar areal fasilitas umum. Kalau ini mendapat ijin dari Pemda setempat, berarti Pemda-nya yang bermasalah. Lha wong, masa sih Pemda (dalam hal ini Jakarta Timur), tidak mengetahui persyaratan tempat mendirikan billboard ?

Kedua, Spanduk Real Estat Menteng Metropolitan. Ini Real Estat besar di ujung Jakarta Timur. Lagaknya mirip preman saja. Spanduk dipasang dipinggir jalan. Saya melihat, suatu pagi spanduknya sudah dicabut oleh petugas dari kecamatan. Esok harinya sudah terpasang lagi. Lebih seru lagi, hari pertama 1 spanduk dicabut, hari ketiga 5 spanduk terpasang di sepanjang jalan dari Bekasi menuju Terminal Pulo Gadung. Hebat khan ? Kira-kira kalau ada orang lain yang memasang spanduk di areal perumahannya, boleh Ga yaaaa ?

Kalau perusahaan besar saja tidak takut, apalah lagi perusahaan perorangan. Saya lampirkan, beberapa temuan saya mengenai poster dan sticker yang mengotori kota Jakarta. Polusi pemandangan. Lembaga pendidikan berperilaku layaknya tukang sedot WC atau para Badut. Menggelikan. Yang tidak kalah menggelikan, mereka yang melanggar dengan berani menuliskan nomor telepon mereka dengan huruf besar di dalam setiap spanduk maupun sticker yang ditempelkan. Orang melanggar yang pemberani. “Mumpung lagi reformasi, preman lebih punya nyali daripada aparat. Mari berbuat semaunya” mungkin begitu kurang lebih prinsip mereka.

Salam,
Sukardi Arifin

0 comments:

Bacaan Penting bagi Orang Penting

About This Blog

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP